Oleh: Shah Dhazia
Zia baru saja akan melangkah kaki keluar rumah,
ketika itu Zia mendapati sesuatu tergeletak didepan pintu rumahnya. Zia pun
membungkuk untuk mengambil benda tersebut.
“Mawar?” gumamnya penuh tanya. Zia pun membuka
kartu ucapan kecil yang menggantung manis dengan sebuah pita berwarna merah
muda pada tangkai bunga mawar tersebut.
“To Zia,” gumamnya, mengikuti tulisan yang ada
pada kartu ucapan, tapi tidak ada nama pengirimnya. Zia tersenyum kecil sembari
memandangi setangkai mawar yang ada ditangannya, kemudian menghirup baunya yang
masih segar. Siapa pun pengirimnya, pastilah seseorang yang romantis dan baik
hati, pikir Zia.
Zia mengangkat bahunya tak acuh. Mungkin saja saat
ini Zia memiliki pengagum rahasia, kemudian dengan berhati-hati Zia memasukkan
bunga mawar ke dalam tasnya dan mulai melangkahkan kakinya untuk berangkat ke
sekolah.
***
Ketika sesampainya di sekolah, Zia pun dengan
riang gembiranya langsung terburu-buru masuk ke kelas dan memanggil sahabatnya,
Raisya.
“Sya?” panggil Zia pada sahabatnya yang sedang
ayik membaca novel.
“Hmm,” gumam Raisya tanpa mengalihkan perhatiannya
dari novel yang ada ditangannya.
“Gue mau curhat ke lo, tapi lo dengerin
baik-baik,” ujar Zia sambil mengguncang lengan Raisya.
“Iya-iya, gue dengerin. Mau curhat apaan sih lo?”
tanya Raisya yang mulai mengalihkan pandangannya ke Zia.
Zia mengatur posisi duduknya kemudian menarik
nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.
“Lo tau nggak? Ujar Zia memulai pembicaraan.
“Enggak,” sahut Raisya taktis.
“Ihh! Belum lagi gue kelar ngomong!” gerutu Zia
kesal. “Lo tau nggak, kayaknya gue sekarang punya pengagum rahasia deh!” ujar
Zia dengan semangatnya.
“Hah?!”
“Serius! Ini ya, gue ceritain. Jadi, lima hari
yang lalu, gue nemu setangkai bunga mawar didepan pintu rumah gue, dan bunga
itu ditujukan buat gue. Gue pikir cuma hari itu aja, eh taunya, itu bunga mawar
selalu ada didepan rumah gue tiap hari, dan hari ini adalah hari kelima gue
nerima bunga mawar yang pengirimnya nggak gue kenal itu.” Jelas Zia panjang
lebar.
“Hah? Serius lo? Kok bisa gitu? Tanya Raisya
tampak bingung.
Zia mengangkat bahu. “Gue juga nggak tau Sya.
Tapi, yang masih gue pikirkan sampe sekarang, pengirimnya siapa ya? Kenapa selalu
naruh setangkai mawar depan rumah gue? Kenapa nggak langsung naruh satu buket
aja sekalian?! Kan nggak ribet mesti ngirim tiap hari kayak beginian.”
Raisya memutar bola matanya. “Yee! Dasar aneh! Itu
tandanya pengirimnya sengaja mau bikin lo penasaran! Tandanya dia romantis!
Siapun pengirimnya, pasti dia naksir sama lo!” ujar Raisya dengan yakinnya.
“Masa sih? Terus kalo dia naksir sama gue, kenapa
dia nggak langsung kasih ke gue aja? Kenapa mesti diem-diem gini? Kayak mau
perang gerilya aja.” ujar Zia sekenanya.
“Ya mana gue tau. Kenapa lo nanya sama gue?! Lo
tanya aja sono sama yang ngirim!” sahut Raisya sewot.”
“Gimana gue mau nanya sama yang ngirim, tau aja
enggak!” ujar Zia.
“Eh, iya ya? Ya udah, lo tungguin aja sampe itu
pengirimnya menampakkan diri.” tambah Raisya.
***
Zia dan Raisya pun beralih ke perpustakaan dengan
tumpukkan buku-buku diatas meja.
“Huh, kenapa mesti gue yang disuruh ngangkat
buku-buku sebanyak ini?” gerutu Zia kesal sambil mengangkat tumpukkan buku
ditangannnya.
Zia baru saja melangkahkan kakinya, beberapa
langkah dari pintu perpustakaan ketika seseorang berdiri dihadapannya dan
membantunya mengangkat tumpukkan buku ditangannya.
“Nikki?” gumam Zia. “Eh, jangan Nik, biar gue aja,
gue bisa kok.”
Nikki tersenyum. “Nggak papa kok Zi, keliatannya
lo keberatan gitu ngangkatnya, jadi gue bantuin.”
Zia menyunggingkan senyum termanisnya. “Hehe,
makasih ya.”
“Iya, sama-sama. Eh iya, ini buku-buku mau dibawa
kemana emang?” tanya Nikki.
“Ke ruang guru. Soalnya tadi ada guru bahasa
Indonesia yang nyuruh gue ngangkut ini buku-buku dari perpus terus ditaruh
dimejanya. Katanya mau dipake buat pelajaran bahasa Indonesia buat ngajar di
kelas lain.” Jelas Zia.
“Oh, gumam Nikki mengerti. “Eh iya,
ngomong-ngomong soal buku, buku favorite lo apaan?”
“Hah? Hmm, sekarang sih gue lagi suka sama
karyanya Stephany Mayer, hehe. Ya lo pasti taulah.” Ujar Yenni sambil
memamerkan giginya sambil sedikit tersipu malu.
“Oh, iya-iya. Twilight dan kawan-kawan.” Ujar
Nikki diselingi dengan tawa. “Eh iya, karyanya Stephany Mayer yang baru udah
keluar tuh, yang judulnya The Host.”
“Iya-iya! Itu tuh, The host maksud gue. Gue pengen
banget itu buku, makanya gue lahi nyisihin uang jajan buat beli. Semoga sih
bulan ini uang gue terkumpul.” Harap Zia.
“Amin.” Ujar Nikki, tersenyum.
***
Setelah mengobrol asik dengan Nikki dan
perpustakaan, pada saat jam istirahat Zia dan Raisya pun menuju ke kantin
karena kelaparan.
“Zi?” panggil Raisya sambil menyikut lengan Zia.
“Hmm?” sahut Zia yang sedang asyik menyendok
suapan demi suapan nasi goreng kedalam mulutnya.
“Lo sadar nggak sih, dari tadi tu Kevin merhatiin
lo terus!” ujar Raisya dengan herannya.
“Hah? Apa iya? Ujar Zia tak percaya sambil mencari
sosok Kevin dari tampak di sekitar kantin. Zia menyunggingkan senyum ketika
tatapannya dan tatapan Kevin bertemu.
“Iya kan?” tanya Raisya lagi memastikan. Zia
mengangguk taktis.
“Jangan-jangan pengagum rahasia lo si Kevin
lagi?! Ujar Raisya segera.
“Ahh! Ya nggak mungkinlah, impossible banget! Gue
deket sama dia aja enggak, ngobrol aja nggak pernah.” jelas Zia yang sedetik
kemudian menghabiskan sisa es jeruk didalam gelasnya.
“Ya, kali aja dia merhatiin lo diem-diem gitu.”
Ujar Raisya bertahan dengan argumennya.
“Ngaco lu! Udah ahh, balik ke kelas yuk!” seru Zia
tergesa-gesa.
“Yaelah, lo mah! Kenapa nggak lu ambil kesempatan
aja sih?! Daripada lo ngarepin si Nikki mulu yang nggak jelas gimana ujungnya.”
Celetuk Raisya yang langsung membuat Zia mendaratkan cubitannya dilengan
Raisya, membuat Raisya mengiris.
“Bisa diem nggak sih lo!” seru Zia kesal.
***
Sesampainya di rumah, Zia pun membuka pintu
rumahnya dengan sangat bersemangat. Ia yakin hari ini ia akan menemukan
setangkai mawar lagi, dan ya! Tentu saja, mawar merah itu sudah tergeletak
manis tepat didepan pintu rumahnya. Ini sudah menjadi bunga yang kelima belas
yang Zia terima. Tetapi Zia sama sekali belum mengetahui siapa pengirim bunga
mawar tersebut/
***
Dan sehari sebelum ulang tahun yang ke-17, Zia pun
memberi undangan-undangan kepada teman-teman sekolahnya dan berharap untuk bisa
datang ke acara ukang tahunnya nanti.
“Dateng ya ke ultah gue, awas lo ya kalo nggak
pada dateng!” ancam Zia pada teman-teman sekelasnya ketika menyebarkan undangan
ulang tahunnya yang ke-17.
“Sip deh Zi, asalkan lo nyediain makanan yang
banyak aja, kita pasti dateng dengan riang gembira kok.” Cerocos dari mulut
salah satu teman sekelas Zia.
“Udah, kalian tenang aja. Pokoknya kalian dijamin
bakal kenyang deh kalo dateng ke ultah gue ntar! Gue bakal sediain makanan yang
super duper banyak!” jelas Zia yang langsung disambut meriah dengan sorak-sorai
teman-teman sekelasnya.
Zia mencari sosok Nikki diseluruh penjuru sekolah,
namun hasilnya nihil. Zia hanya ingin memberikan undangan ulang tahunnya pada
Nikki, berharap Nikki mau datang ke pesta ulang tahunnya besok.
Zia berjalan menuju gerbang sekolah , ketika
tatapannya tertuju pada seseorang.
“Andreee!” teriak Zia dengan suara suprasoniknya.
Sontak membuat orang-orang yang ada disekitar gerbang sekolah menoleh padanya.
Begitu pula Andre, teman sekelas Nikki, sedetik kemudian Zia sudah berada
disamping Andre.
“Kenapa Zi?” tanya Andre menatap Zia yang masih
terengah karena harus berlari mengahmpirinya.
Zia mengatur nafasnya. “Gue cuma mau nitip ini
buat Nikki, rumah kalian deketan kan?” ujar Zia sambil memberikan sebuah kartu
undangan pada Andre.
Andre menatap kartu undangan yang terbungkus rapi
dalam amplop ungu tersebut. “Apaan ni Zi?”
“Undangan ultah gue. Sampein ke Nikki ya!”
“Ultah? Gue nggak diundang nih?” tanya Andre
tersenyum.
“Eh! Iya lo pastinya gue undang juga dong, tapi
yang penting jangan lupa lo ajak Nikk ya!” ujar Zia diiringi senyum
termanisnya, membuat Andre tertawa.
“Oke deh, gampang!” Andre mengacungkan jempolnya.
***
Di hari ulang tahunnya Zia pun berharap menemukan
kejutan dihari di pagi ini. Seperti biasa, dengan bersemangat ia membuka pintu
rumah dan menanti setangkai bunga mawar yang setiap pagi tergeletak manis tepat
didepan pintu rumahnya. Namun pagi ini, hasilnya nihil. Jangan kejutan di hari
ulang tahun, setangkai mawarpun tidak ia terima.
Pada malam hari perayaannya ulang tahunnya, tiba
saatnya nagi Zia untuk memotong kue ulang tahunnya. Namun, ia hanya ingin
memotong kue ulang tahun dengan kehadiran Nikki. Namun sampai saat ini, ia pun
tak kunjung datang. Teman-temannya yang lain tidak mungkin harus menunggu lebih
lama lagi, sehingga orang tua Zia menyuruhnya untuk memotong kue ulang tahunnya
segera.
“Udahlah, Zi, Nikki itu nggak bakalan dateng.”
Ujar Raisya tidak sabar.
“Tapi, Sya...”
“Udah deh, buruan lo potong kuenya! Lo mau bikin
acara ulang tahun lo sampe kelar besok pagi?!”
Akhirnya dengan langkah gontai, Zia melangkah
menuju kue ulang tahunnya. Ia baru saja akan mengambil pisau kue ketika ia
menemukan sosok Andre yang berjalan menuju kearahnya. Dengan segera senyum
tersungging dibibirnya.
“Hey, Zi!” sapa Andre ketika sampai di tempat Zia
berdiri.
“Andre! Thanks
loh udah mau dateng!” ujar Zia bersemangat.
“Eh, Nikki mana?” tanya Zia mencoba mencari sosok
Nikki.
“Iya ini, ada kado lo. Sorry, gue nggak bisa kasih
apa-apa.” ujar Andre tanpa mengacuhkan pertanyaan Zia. Zia meraih kado yang
diberikam padanya.
“Ndre, Nikki mana?!” tanya Zia sekali lagi.
Andre menatap Zia dengan tatapan sendu.
“Zi, sebelumnya gue mau minta maaf karena nggak
berhasil bawa Nikki ke sini.” ujar Andre serius.
“Emang kenapa? Nikki nggak mau dateng?” tanya Zia
penasaran sekali.
“Bukan gitu. Nikki mau banget malah, gue yakin
pastinya Nikki nggak keberatan buat dateng ke acara ultah lo. Tapi...” Andre
pun menggantung kalimatnya, membuat Zia penasaran.
“Tapi?”
Andre mengehala nafas. “Zi, lo yang tabah ya.”
“Maksud lo apaan Ndre?! Lo jangan becanda!” tanya
Zia dengan kesal penasaran.
“Nikki lagi sakit parah di rumah sakit sekarang ,
dan keadaannya semakin akut dan gawat banget. Gue juga baru dikabarin, ternyata
alasan kenapa Nikki nggak masuk sekolah kemarin, itu karena Nikki koma di rumah
sakit.” Jelas Andre dengan wajah sendu.
Zia membekap mulutnya dengan kedua tangannya, matanya mulai berkaca-kaca.
Ia tidak menyangka kalau keadaan yang tidak dinginkan seperti ini bisa tahu
sebab akibatnya.
“Nikki juga nitip sesuatu buat lo, Zi.” ujar Andre
sambil memberikan sebuah kotak berwarna merah muda pada Zia, Zia pun meraihnya.
Sedetik kemudian Zia membuka kotak tersebut, terkejutlah Zia ketika ia melihat
setangkai mawar yang berhias pita berwarna merah muda sebagai isi dari kotak
titipan Nikki. Dengan tulisan tangan pada kartu ucapan yang sama ditujukan
padanya setiap hari. Ya, iya mengenal tulisan pada kartu ucapan tersebut. “To
Zia,”
Jadi selama ini Nikki lah yang selalu mengirimnya
bunga mawar. Air mata Zia mulai menetes satu persatu. Ia kembali menatap kotak
kado dari Nikki, sebuah novel yang selama ini ia idam-idamkan. Ya, novel yang
pernah mereka bicarakan. The Host karya Stephany Wayer, Nikki menghadiahkannya
novel tersebut. Kini Zia tahu alasan mengapa ia tidak menemukan setangkai
mawarpun didepan pintu rumahnya pagi ini.
Zia berjalan menuju vas bunga yang ada disudut
ruangan dalam rumahnya, ia meraih ke-16 tangkai mawar yang ada didalamnya.
Kemudian menggabungkannya dengan mawar yang terakhir. Tepat 17 tangkai bunga
mawar, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-17.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar