Sabtu, 25 Oktober 2014

17 Tangkai Bunga Mawar

Oleh: Shah Dhazia


Zia baru saja akan melangkah kaki keluar rumah, ketika itu Zia mendapati sesuatu tergeletak didepan pintu rumahnya. Zia pun membungkuk untuk mengambil benda tersebut.
“Mawar?” gumamnya penuh tanya. Zia pun membuka kartu ucapan kecil yang menggantung manis dengan sebuah pita berwarna merah muda pada tangkai bunga mawar tersebut.
“To Zia,” gumamnya, mengikuti tulisan yang ada pada kartu ucapan, tapi tidak ada nama pengirimnya. Zia tersenyum kecil sembari memandangi setangkai mawar yang ada ditangannya, kemudian menghirup baunya yang masih segar. Siapa pun pengirimnya, pastilah seseorang yang romantis dan baik hati, pikir Zia.
Zia mengangkat bahunya tak acuh. Mungkin saja saat ini Zia memiliki pengagum rahasia, kemudian dengan berhati-hati Zia memasukkan bunga mawar ke dalam tasnya dan mulai melangkahkan kakinya untuk berangkat ke sekolah.

***

Ketika sesampainya di sekolah, Zia pun dengan riang gembiranya langsung terburu-buru masuk ke kelas dan memanggil sahabatnya, Raisya.
“Sya?” panggil Zia pada sahabatnya yang sedang ayik membaca novel.
“Hmm,” gumam Raisya tanpa mengalihkan perhatiannya dari novel yang ada ditangannya.
“Gue mau curhat ke lo, tapi lo dengerin baik-baik,” ujar Zia sambil mengguncang lengan Raisya.
“Iya-iya, gue dengerin. Mau curhat apaan sih lo?” tanya Raisya yang mulai mengalihkan pandangannya ke Zia.
Zia mengatur posisi duduknya kemudian menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.
“Lo tau nggak? Ujar Zia memulai pembicaraan.
“Enggak,” sahut Raisya taktis.
“Ihh! Belum lagi gue kelar ngomong!” gerutu Zia kesal. “Lo tau nggak, kayaknya gue sekarang punya pengagum rahasia deh!” ujar Zia dengan semangatnya.
“Hah?!”
“Serius! Ini ya, gue ceritain. Jadi, lima hari yang lalu, gue nemu setangkai bunga mawar didepan pintu rumah gue, dan bunga itu ditujukan buat gue. Gue pikir cuma hari itu aja, eh taunya, itu bunga mawar selalu ada didepan rumah gue tiap hari, dan hari ini adalah hari kelima gue nerima bunga mawar yang pengirimnya nggak gue kenal itu.” Jelas Zia panjang lebar.
“Hah? Serius lo? Kok bisa gitu? Tanya Raisya tampak bingung.
Zia mengangkat bahu. “Gue juga nggak tau Sya. Tapi, yang masih gue pikirkan sampe sekarang, pengirimnya siapa ya? Kenapa selalu naruh setangkai mawar depan rumah gue? Kenapa nggak langsung naruh satu buket aja sekalian?! Kan nggak ribet mesti ngirim tiap hari kayak beginian.”
Raisya memutar bola matanya. “Yee! Dasar aneh! Itu tandanya pengirimnya sengaja mau bikin lo penasaran! Tandanya dia romantis! Siapun pengirimnya, pasti dia naksir sama lo!” ujar Raisya dengan yakinnya.
“Masa sih? Terus kalo dia naksir sama gue, kenapa dia nggak langsung kasih ke gue aja? Kenapa mesti diem-diem gini? Kayak mau perang gerilya aja.” ujar Zia sekenanya.
“Ya mana gue tau. Kenapa lo nanya sama gue?! Lo tanya aja sono sama yang ngirim!” sahut Raisya sewot.”
“Gimana gue mau nanya sama yang ngirim, tau aja enggak!” ujar Zia.
“Eh, iya ya? Ya udah, lo tungguin aja sampe itu pengirimnya menampakkan diri.” tambah Raisya.

***

Zia dan Raisya pun beralih ke perpustakaan dengan tumpukkan buku-buku diatas meja.
“Huh, kenapa mesti gue yang disuruh ngangkat buku-buku sebanyak ini?” gerutu Zia kesal sambil mengangkat tumpukkan buku ditangannnya.
Zia baru saja melangkahkan kakinya, beberapa langkah dari pintu perpustakaan ketika seseorang berdiri dihadapannya dan membantunya mengangkat tumpukkan buku ditangannya.
“Nikki?” gumam Zia. “Eh, jangan Nik, biar gue aja, gue bisa kok.”
Nikki tersenyum. “Nggak papa kok Zi, keliatannya lo keberatan gitu ngangkatnya, jadi gue bantuin.”
Zia menyunggingkan senyum termanisnya. “Hehe, makasih ya.”
“Iya, sama-sama. Eh iya, ini buku-buku mau dibawa kemana emang?” tanya Nikki.
“Ke ruang guru. Soalnya tadi ada guru bahasa Indonesia yang nyuruh gue ngangkut ini buku-buku dari perpus terus ditaruh dimejanya. Katanya mau dipake buat pelajaran bahasa Indonesia buat ngajar di kelas lain.” Jelas Zia.
“Oh, gumam Nikki mengerti. “Eh iya, ngomong-ngomong soal buku, buku favorite lo apaan?”
“Hah? Hmm, sekarang sih gue lagi suka sama karyanya Stephany Mayer, hehe. Ya lo pasti taulah.” Ujar Yenni sambil memamerkan giginya sambil sedikit tersipu malu.
“Oh, iya-iya. Twilight dan kawan-kawan.” Ujar Nikki diselingi dengan tawa. “Eh iya, karyanya Stephany Mayer yang baru udah keluar tuh, yang judulnya The Host.”
“Iya-iya! Itu tuh, The host maksud gue. Gue pengen banget itu buku, makanya gue lahi nyisihin uang jajan buat beli. Semoga sih bulan ini uang gue terkumpul.” Harap Zia.
“Amin.” Ujar Nikki, tersenyum.

***




Setelah mengobrol asik dengan Nikki dan perpustakaan, pada saat jam istirahat Zia dan Raisya pun menuju ke kantin karena kelaparan.
“Zi?” panggil Raisya sambil menyikut lengan Zia.
“Hmm?” sahut Zia yang sedang asyik menyendok suapan demi suapan nasi goreng kedalam mulutnya.
“Lo sadar nggak sih, dari tadi tu Kevin merhatiin lo terus!” ujar Raisya dengan herannya.
“Hah? Apa iya? Ujar Zia tak percaya sambil mencari sosok Kevin dari tampak di sekitar kantin. Zia menyunggingkan senyum ketika tatapannya dan tatapan Kevin bertemu.
“Iya kan?” tanya Raisya lagi memastikan. Zia mengangguk taktis.
“Jangan-jangan pengagum rahasia lo si Kevin lagi?!  Ujar Raisya segera.
“Ahh! Ya nggak mungkinlah, impossible banget! Gue deket sama dia aja enggak, ngobrol aja nggak pernah.” jelas Zia yang sedetik kemudian menghabiskan sisa es jeruk didalam gelasnya.
“Ya, kali aja dia merhatiin lo diem-diem gitu.” Ujar Raisya bertahan dengan argumennya.
“Ngaco lu! Udah ahh, balik ke kelas yuk!” seru Zia tergesa-gesa.
“Yaelah, lo mah! Kenapa nggak lu ambil kesempatan aja sih?! Daripada lo ngarepin si Nikki mulu yang nggak jelas gimana ujungnya.” Celetuk Raisya yang langsung membuat Zia mendaratkan cubitannya dilengan Raisya, membuat Raisya mengiris.
“Bisa diem nggak sih lo!” seru Zia kesal.

***

Sesampainya di rumah, Zia pun membuka pintu rumahnya dengan sangat bersemangat. Ia yakin hari ini ia akan menemukan setangkai mawar lagi, dan ya! Tentu saja, mawar merah itu sudah tergeletak manis tepat didepan pintu rumahnya. Ini sudah menjadi bunga yang kelima belas yang Zia terima. Tetapi Zia sama sekali belum mengetahui siapa pengirim bunga mawar tersebut/

***

Dan sehari sebelum ulang tahun yang ke-17, Zia pun memberi undangan-undangan kepada teman-teman sekolahnya dan berharap untuk bisa datang ke acara ukang tahunnya nanti.
“Dateng ya ke ultah gue, awas lo ya kalo nggak pada dateng!” ancam Zia pada teman-teman sekelasnya ketika menyebarkan undangan ulang tahunnya yang ke-17.
“Sip deh Zi, asalkan lo nyediain makanan yang banyak aja, kita pasti dateng dengan riang gembira kok.” Cerocos dari mulut salah satu teman sekelas Zia.
“Udah, kalian tenang aja. Pokoknya kalian dijamin bakal kenyang deh kalo dateng ke ultah gue ntar! Gue bakal sediain makanan yang super duper banyak!” jelas Zia yang langsung disambut meriah dengan sorak-sorai teman-teman sekelasnya.
Zia mencari sosok Nikki diseluruh penjuru sekolah, namun hasilnya nihil. Zia hanya ingin memberikan undangan ulang tahunnya pada Nikki, berharap Nikki mau datang ke pesta ulang tahunnya besok.
Zia berjalan menuju gerbang sekolah , ketika tatapannya tertuju pada seseorang.
“Andreee!” teriak Zia dengan suara suprasoniknya. Sontak membuat orang-orang yang ada disekitar gerbang sekolah menoleh padanya. Begitu pula Andre, teman sekelas Nikki, sedetik kemudian Zia sudah berada disamping Andre.
“Kenapa Zi?” tanya Andre menatap Zia yang masih terengah karena harus berlari mengahmpirinya.
Zia mengatur nafasnya. “Gue cuma mau nitip ini buat Nikki, rumah kalian deketan kan?” ujar Zia sambil memberikan sebuah kartu undangan pada Andre.
Andre menatap kartu undangan yang terbungkus rapi dalam amplop ungu tersebut. “Apaan ni Zi?”
“Undangan ultah gue. Sampein ke Nikki ya!”
“Ultah? Gue nggak diundang nih?” tanya Andre tersenyum.
“Eh! Iya lo pastinya gue undang juga dong, tapi yang penting jangan lupa lo ajak Nikk ya!” ujar Zia diiringi senyum termanisnya, membuat Andre tertawa.
“Oke deh, gampang!” Andre mengacungkan jempolnya.

***

Di hari ulang tahunnya Zia pun berharap menemukan kejutan dihari di pagi ini. Seperti biasa, dengan bersemangat ia membuka pintu rumah dan menanti setangkai bunga mawar yang setiap pagi tergeletak manis tepat didepan pintu rumahnya. Namun pagi ini, hasilnya nihil. Jangan kejutan di hari ulang tahun, setangkai mawarpun tidak ia terima.
Pada malam hari perayaannya ulang tahunnya, tiba saatnya nagi Zia untuk memotong kue ulang tahunnya. Namun, ia hanya ingin memotong kue ulang tahun dengan kehadiran Nikki. Namun sampai saat ini, ia pun tak kunjung datang. Teman-temannya yang lain tidak mungkin harus menunggu lebih lama lagi, sehingga orang tua Zia menyuruhnya untuk memotong kue ulang tahunnya segera.
“Udahlah, Zi, Nikki itu nggak bakalan dateng.” Ujar Raisya tidak sabar.
“Tapi, Sya...”
“Udah deh, buruan lo potong kuenya! Lo mau bikin acara ulang tahun lo sampe kelar besok pagi?!”
Akhirnya dengan langkah gontai, Zia melangkah menuju kue ulang tahunnya. Ia baru saja akan mengambil pisau kue ketika ia menemukan sosok Andre yang berjalan menuju kearahnya. Dengan segera senyum tersungging dibibirnya.
“Hey, Zi!” sapa Andre ketika sampai di tempat Zia berdiri.
“Andre! Thanks  loh udah mau dateng!” ujar Zia bersemangat.
“Eh, Nikki mana?” tanya Zia mencoba mencari sosok Nikki.
“Iya ini, ada kado lo. Sorry, gue nggak bisa kasih apa-apa.” ujar Andre tanpa mengacuhkan pertanyaan Zia. Zia meraih kado yang diberikam padanya.
“Ndre, Nikki mana?!” tanya Zia sekali lagi.
Andre menatap Zia dengan tatapan sendu.
“Zi, sebelumnya gue mau minta maaf karena nggak berhasil bawa Nikki ke sini.” ujar Andre serius.
“Emang kenapa? Nikki nggak mau dateng?” tanya Zia penasaran sekali.
“Bukan gitu. Nikki mau banget malah, gue yakin pastinya Nikki nggak keberatan buat dateng ke acara ultah lo. Tapi...” Andre pun menggantung kalimatnya, membuat Zia penasaran.
“Tapi?”
Andre mengehala nafas. “Zi, lo yang tabah ya.”
“Maksud lo apaan Ndre?! Lo jangan becanda!” tanya Zia dengan kesal penasaran.
“Nikki lagi sakit parah di rumah sakit sekarang , dan keadaannya semakin akut dan gawat banget. Gue juga baru dikabarin, ternyata alasan kenapa Nikki nggak masuk sekolah kemarin, itu karena Nikki koma di rumah sakit.” Jelas Andre dengan wajah sendu.
Zia membekap mulutnya dengan  kedua tangannya, matanya mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka kalau keadaan yang tidak dinginkan seperti ini bisa tahu sebab akibatnya.
“Nikki juga nitip sesuatu buat lo, Zi.” ujar Andre sambil memberikan sebuah kotak berwarna merah muda pada Zia, Zia pun meraihnya. Sedetik kemudian Zia membuka kotak tersebut, terkejutlah Zia ketika ia melihat setangkai mawar yang berhias pita berwarna merah muda sebagai isi dari kotak titipan Nikki. Dengan tulisan tangan pada kartu ucapan yang sama ditujukan padanya setiap hari. Ya, iya mengenal tulisan pada kartu ucapan tersebut. “To Zia,”
Jadi selama ini Nikki lah yang selalu mengirimnya bunga mawar. Air mata Zia mulai menetes satu persatu. Ia kembali menatap kotak kado dari Nikki, sebuah novel yang selama ini ia idam-idamkan. Ya, novel yang pernah mereka bicarakan. The Host karya Stephany Wayer, Nikki menghadiahkannya novel tersebut. Kini Zia tahu alasan mengapa ia tidak menemukan setangkai mawarpun didepan pintu rumahnya pagi ini.
Zia berjalan menuju vas bunga yang ada disudut ruangan dalam rumahnya, ia meraih ke-16 tangkai mawar yang ada didalamnya. Kemudian menggabungkannya dengan mawar yang terakhir. Tepat 17 tangkai bunga mawar, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-17.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar